Preman Jatuh Cinta #1


“Woi! Anjing lu semua!”

Kalimat itulah yang terakhir keluar dari seorang cowok berbadan kekar dengan tindik warna putih terpasang di telinga sambil meninggalkan lapangan yang sudah penuh dengan luapan emosi setelah bertengkar dengan geng bernama DeathTied.

Dari sedikit deskripsi tentang cowok itu, pasti kalian berpikir bahwa dia adalah seorang pria yang emosian dan selalu bertengkar. Tapi bisa saja kalian salah, secara tampilan memang okelah kita bisa bilang dia seperti seorang yang nakal, tapi dalam hati dan batin dia?

Di bawah jembatan layang yang sepi dan cukup gelap adalah tempat yang paling disukai oleh sebuah geng manusia yang tampaknya sih agak galak. Geng ini diberi nama oleh mereka “Geng Manusia Biasa.” Namanya unik bukan? Sudah hampir tiga tahun ini mereka beroperasi disana.

Dari tujuh orang anggota di geng itu, ada satu nama menjadi boss yang paling ditakuti, disegani, dan dituruti oleh seluruh anggota. Seorang pemuda tampan yang sering menjadi playmaker dengan rambut yang di semir hijau dan merah, baju selalu berwarna gelap, dan kalung rantai di lehernya, Tipikal cowok yang bakal sering urusan dengan kantor polisi.

“Boss, lu mau ikut gue gak?” Randi, sekertaris di geng itu mengajak boss geng itu keluar wilayah.

“Lu mau ajak gue kemana?” jawab Ariel sambil menyedot rokok yang hampir habis dan diapit oleh kedua jari kanannya lalu membuang ke saluran air di dekatnya.

Itulah nama boss geng ini. Ariel Devaro nama lengkapnya. Dulu dia terpilih secara aklamasi oleh enam anggota lain, karena ketika saat bertengkar dengan geng lain, Ariel lah yang telah menjadi penyelamat geng mereka yang hampir saja mereka tewas ditangan lawan.

“Udah deh, ikut aja sama gue. Gue beritau ke lu lokasi yang sekarang lagi bahaya.”

Mata Ariel melihat ke jam digital bergelang hitam yang melingkar di tangan kirinya.

Jam 22.30.

“Masih jam segini kan?” tanya Randi pelan. “Ikut gue, ada daerah yang harus kita amankan.”

“Oke karena lu bilang tentang itu, gue ikut. Lu bonceng gue.”

Ariel dan Randi segera beranjak dari basecamp mereka. Namun tiba-tiba, langkah Ariel terhenti. Ariel teringat ada satu hal yang dia lupa sebelum berangkat. Rokoknya. Rasanya dia akan sulit berpikir jika tidak sambil menghisap rokok.

“Woi Ger, lemparin rokok gue!”

“Oke!” Gerry melempar sebungkus rokok L.A. Lights milik Ariel dari kejauhan.

Mata Randi berpindah arah dan menatap Ariel yang sedang menyalakan rokok nya. “Astaga Ariel…”

“Sabar ya, lu tau kan gue gak bisa mikir kalau gak ada rokok,” jawab Ariel lalu berlari kecil dan duduk di jok belakang kendaraan matic sejuta umat yang sudah dimodifikasi dengan knalpot mbeerr.

Malam itu yang terasa sangat dingin justru terasa biasa saja bagi Ariel dan Randi. Entah karena kulit mereka yang tebal atau mungkin mereka sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Dengan penasaran, Ariel sedikit mendongak ke depan. Sepertinya dia kenal daerah ini.

“Lu mau bawa gue ke daerah Cengkareng?” mata cowok berumur sekitar 27 tahun itu berpaling ke sisi kanan. “Emang daerah sini kenapa?”

“Ntar lu lihat aja sendiri.” Randi berteriak kencang. Terpaksa Randi harus sedikit berteriak karena suaranya kalah dengan suara motor yang dikendarainya.

Ariel bingung, seumur-umur dia belum pernah dengar ada sesuatu di daerah Cengkareng. Biasanya sih yang cerita jika ada sesuatu itu Oni, sie komunikasi di geng itu. Keren juga ya, geng ginian udah seperti lembaga perusahaan yang lengkap dengan struktur organisasi.

“Lu yakin gak pernah denger apa-apa di daerah sini?” teriak Randi dari balik kemudi. “Kudet lu Riel!”

Tanpa banyak bicara, Ariel menggebrak helm Randi. Bukan marah, Randi justru tertawa ngakak dan berkata, “Ya maap lah boss…”

Lima menit kemudian, Randi menepikan kendaraannya di dekat warung kopi. Di daerah situ, cukup sepi orang berlalu lalang, bahkan di warung kopi itu juga tampak sepi pelanggan.

“Ngopi dulu aja lah Riel. Biasanya mereka beraksi sekitar jam 11an, ini masih kurang 10 menit.” Kemudian Randi menatap jam tangannya. 22.50. “Tuh kan masih lama.”

Ariel dan Randi sudah berdiri santai di sisi jalan raya yang sepi itu setelah menghabiskan segelas kopi dan dua biji rokok. Dalam heningnya, Ariel mengingat kembali adakah peristiwa begal kendaraan di sekitar Cengkareng. Sempat Ariel bersikukuh bahwa daerah ini sedang aman. Namun ternyata, sesaat kemudian, pikiran Ariel terbukti salah.

 

°°°°°°°°°°

 

               Daerah itu dikenal daerah yang terkenal kurang aman bagi pengendara yang berkendara di malam hari dan sendirian di kendaraan itu. Terutama lagi bagi kaum wanita, sangat tidak dianjurkan untuk berkendara sendiri di malam hari.Malam ini, Lyora harus pulang larut malam setelah menjalankan rapat persiapan wisuda di kampus tempat dia bekerja. Sejak memasuki daerah sepi itu, Lyora langsung menyalakan sorot lampu jauh dari mobilnya supaya dia semakin jelas melihat pandangannya ke depan.

                Di malam yang sepi ini, tiba-tiba Lyora dikejutkan oleh dua sepeda motor yang sudah berada di sisi kanan dan kiri mobil Lyora.

            Terlihat dari dalam mobil, dari dua sepeda motor itu, terdapat dua orang setiap motornya, total ada empat orang yang mengepung Lyora.

            “Woi. Turun lu. Cepet!”

            Salah satu perampok di sisi kanan Lyora itu menggebrak kaca mobilnya,

            “Kalau lu gak mau turun, gue bakal pecahin ini kaca mobil lo!”

            Perampok itu sudah menunjukkan sebuah balok kayu yang sudah ada di tangannya.

            Mata Lyora sering melirik ke kiri dan ke kanan. Dalam ketakutannya, dia mencoba membunyikan klakson beberapa kali. Namun hal ini tidak membuahkan apa-apa, justru perampok itu semakin menjadi.

            Lyora kemudian sedikit melepas gas mobil, lalu ketika perampok itu sedikit lengah, Lyora langsung menancapkan gas dan menginjak dalam-dalam. Raungan mesin khas matic CVT terdengar keras hingga dalam kabin mobil, bahkan mengalahkan suara lagu yang diputar Lyora.

            “Bener ternyata.”

            Mata hitam Randi berpindah arah menghadap Ariel. “Bener apanya?”

            Ariel mendengus kesal. “Lo lihat kan sorot lampu mobil itu yang lajunya mengarah ke sini?”

            Randi mengalihkan pandangannya, terlihat mobil hatchback putih itu sedang dikepung dua sepeda motor.

            “Terus strategi kita apa?”

            “Kunci motor lu mana?”

            “Buat apa?”

            “Dah cepet naik, jangan banyak tanya!”

            Ariel menyalakan mesin motor matic itu dan berjalan cepat menuju 3 kendaraan itu. Udara yang dingin semakin terasa dingin. Dengan secepat kilat, Ariel langsung menekan rem sepeda motornya dan langsung berbelok sehingga sepeda motornya menutup lajur tiga kendaraan itu.

            Dua perampok yang mengendarai sepeda motor itu langsung menghentikan motornya secara mendadak, hingga di aspal itu terlihat bekas spin dari ban motornya.

            Empat orang perampok itu langsung turun dari kendaraan dan bersiap menyerang Ariel dan Randi. Ariel dan Randi yang sedari tadi sudah menunggu perampok itu dengan santainya berjalan menuju ke hadapan empat perampok itu.

            “Hahaha… ternyata Anda beraninya keroyokan ya?” Ariel mendongakkan kepala dan sedikit mengejek.

            Randi yang berada di sebelah Ariel mengarahkan pandangannya ke salah satu kendaraan perampok itu.

            B 3276 DT. Ferpis.Lambang dua kepala cobra.

          Artinya, geng itu bernama Ferpis, dan salah satu kendaraanya memiliki plat nomor itu dengan stiker gambar dua kepala cobra tertempel di stir motor itu.

            “Gue inget lu pada. Gue udah tau ciri-ciri lo.”

            Ariel dalam posisi terdepan dalam menuju pertarungan itu,

            “Bangsad lo suka merampok keroyokan!”

            Tidak ada jawaban apapaun dari salah satu anggota Ferpis. Yang keluar hanyalah senyum sinis dengan tatapan meremehkan.

            Tanpa komando dan perintah, salah satu geng Ferpis mulai menyerang sisi kanan Ariel. Secepat kilat Ariel menghindar dan langsung melangkahkan kakinya ke kiri dan mengubah arah hadapnya.

            Sementara itu, seorang yang lain juga berusaha menjotos Ariel menggunakan tangan kanannya, namun dengan sigap Randi menangkis pukulan itu dan langsung memukul perampok yang hendak menotos Ariel hingga perampok itu tersungkur.

Randi menarik bagian kaos yang dipakai perampok itu dan siap memberikan bogem mentah di pipi kanannya.

“Lo jangan macem-macem sama gue.”

Randi langsung memberi hadiah sebuah bogeman mentah kepada perampok dihadapnnya.

Tidak terima, tiga perampok yang lain langsung menyergap Ariel dan dua orang diantara mereka memborgol tangan Ariel. Seorang perampok berambut gondrong dan berkulit kecoklatan itu berdiri di hadapan Ariel dengan tertawa sinis.

“Masih nantang kita?” perampok itu mendekatkan wajahnya ke arah  Ariel. Aroma rokok yang sangat pekat tercium jelas di hidung Ariel.

“Jangan macam-macam lo!”

“Hahahaha… posisi lo itu udah gue kunci. Mau berkutik kayak gimana lo?”

Perampok itu memberi kode kepada salah satu temannya, bermaksudkan daerah sini aman atau tidak untuk menghabisi Ariel.

“Aman bos!

Dalam waktu sepersekian menit, perampok berkumis tebal itu mendaratkan sebuah tinjuan di bagian perut Ariel. Tubuh Ariel terhentak keras. Dan beberapa detik kemudian, beberapa tinjuan mengalir deras di pipi kanan dan kiri Ariel. Baju Ariel yang sering tidak karuan semakin tidak karuan, mulai menjadi molor hingga bajunya nyaris sobek.

“Randi!! Tolong gue Ran!!”

Ariel berteriak keras, namun Randi tidak mendengar teriakan dia karena sedang sibuk beradu jotos dengan salah satu anggota Ferpis dari kejauhan.

“Rasain lo, salah sendiri nantang Ferpis yang ada mampus lo!” teriak salah satu perampok yang memborgol Ariel.

 

°°°°°°°°°°

 

            Wajah Ariel sudah dipenuhi oleh lebam dan darah. Nafasnya sudah setengah-setengah dalam menghirup udara.

            “Rand.. Randiii..”

Ariel memanggil Randi dengan suara lirih. Randi sudah tidak terlihat di lokasi itu, entah kemana mereka pergi bertarung.

            Pasrah.

Hanya itulah yang bisa dilakukan Ariel. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain menyerahkan nyawa dia kepada pemilik nyawa.

Tetapi, dalam kondisi seperti ini, Tuhan berkehendak lain. Seorang warga yang melihat kejadian ini langsung berteriak, “Tolong!!! Ada orang yang digebukin!!!”

Sebagian besar warga di jalan itu keluar dari tempat tinggalnya.

Perampok-perampok itu terkejut dan segera memacu cepat-cepat motor yang dipakainya, meinggalkan seorang temannya yang sedang bertarung dengan Randi.

Melihat situasi yang sudah kondusif, Lyora turun dari mobilnya dan menghampiri Ariel yang sedang terkapar, penuh luka dan kesakitan. Beberapa warga juga sudah mendekat ke arah Ariel.

“Mbak, ini gimana ceritanya?”

Lyora mengelak menjawab lalu jongkok di dekat Ariel yang sudah tak berdaya. “Saya bisa jelaskan, tapi tolong selamatkan dulu nyawa orang ini!”

“Gimana kita mau selamatkan dia, siapa tahu dia ini juga komplotan perampok itu.” Seorang ibu-ibu berambut pendek tiba-tiba mengubah pola pikir warga.

“Betul tuh mbak! Saya setuju yang diucapkan Bu Linda!” seorang warga lain juga meng-iyakan.

“Kenapa sih mau menolong orang aja perlu lihat tampilan dulu? Apakah kalian memang diajarkan oleh orangtua kalian seperti ini?”

“Bukan gitu mbak. Ini demi keamanan kampung kami!”

“Yaudah gini aja.” Lyora menghela nafas agak panjang. “Kalau Anda semua tidak mau bantu orang ini, tidak apa-apa. Satu permintaan saya, naikkan dia di mobil saya.”

Tiga orang warga itu mendudukkan Ariel di kursi belakang. Lyora menepikan mobilnya ke lapangan warga yang cukup luas sehingga Lyora bisa leluasa mengobati Ariel.

Setelah itu, Lyora mengambil posisi di sebelah kiri Ariel. Dia mengoleskan kapas yang sudah dibasahi oleh alkohol dengan hati-hati dan menutup salah satu luka Ariel dengan sebuah handsaplast.

Komentar