“Woi! Anjing lu semua!”
Kalimat itulah yang terakhir keluar
dari seorang cowok berbadan kekar dengan tindik warna putih terpasang di
telinga sambil meninggalkan lapangan yang sudah penuh dengan luapan emosi
setelah bertengkar dengan geng bernama DeathTied.
Dari sedikit deskripsi tentang cowok
itu, pasti kalian berpikir bahwa dia adalah seorang pria yang emosian dan
selalu bertengkar. Tapi bisa saja kalian salah, secara tampilan memang okelah
kita bisa bilang dia seperti seorang yang nakal,
tapi dalam hati dan batin dia?
Di bawah jembatan layang yang sepi
dan cukup gelap adalah tempat yang paling disukai oleh sebuah geng manusia yang
tampaknya sih agak galak. Geng ini diberi nama oleh mereka “Geng Manusia
Biasa.” Namanya unik bukan? Sudah hampir tiga tahun ini mereka beroperasi
disana.
Dari tujuh orang anggota di geng
itu, ada satu nama menjadi boss yang
paling ditakuti, disegani, dan dituruti oleh seluruh anggota. Seorang pemuda
tampan yang sering menjadi playmaker
dengan rambut yang di semir hijau dan merah, baju selalu berwarna gelap, dan
kalung rantai di lehernya, Tipikal cowok yang bakal sering urusan dengan kantor
polisi.
“Boss, lu mau ikut gue gak?” Randi,
sekertaris di geng itu mengajak boss geng itu keluar wilayah.
“Lu mau ajak gue kemana?” jawab
Ariel sambil menyedot rokok yang hampir habis dan diapit oleh kedua jari
kanannya lalu membuang ke saluran air di dekatnya.
Itulah nama boss geng ini. Ariel
Devaro nama lengkapnya. Dulu dia terpilih secara aklamasi oleh enam anggota
lain, karena ketika saat bertengkar dengan geng lain, Ariel lah yang telah
menjadi penyelamat geng mereka yang hampir saja mereka tewas ditangan lawan.
“Udah deh, ikut aja sama gue. Gue
beritau ke lu lokasi yang sekarang lagi bahaya.”
Mata Ariel melihat ke jam digital
bergelang hitam yang melingkar di tangan kirinya.
Jam 22.30.
“Masih jam segini kan?” tanya Randi
pelan. “Ikut gue, ada daerah yang harus kita amankan.”
“Oke karena lu bilang tentang itu,
gue ikut. Lu bonceng gue.”
Ariel dan Randi segera beranjak dari
basecamp mereka. Namun tiba-tiba, langkah
Ariel terhenti. Ariel teringat ada satu hal yang dia lupa sebelum berangkat. Rokoknya.
Rasanya dia akan sulit berpikir jika tidak sambil menghisap rokok.
“Woi Ger, lemparin rokok gue!”
“Oke!” Gerry melempar sebungkus rokok
L.A. Lights milik Ariel dari kejauhan.
Mata Randi berpindah arah dan
menatap Ariel yang sedang menyalakan rokok nya. “Astaga Ariel…”
“Sabar ya, lu tau kan gue gak bisa
mikir kalau gak ada rokok,” jawab Ariel lalu berlari kecil dan duduk di jok
belakang kendaraan matic sejuta umat yang sudah dimodifikasi dengan knalpot mbeerr.
Malam itu yang terasa sangat dingin
justru terasa biasa saja bagi Ariel dan Randi. Entah karena kulit mereka yang
tebal atau mungkin mereka sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Dengan
penasaran, Ariel sedikit mendongak ke depan. Sepertinya dia kenal daerah ini.
“Lu mau bawa gue ke daerah Cengkareng?”
mata cowok berumur sekitar 27 tahun itu berpaling ke sisi kanan. “Emang daerah
sini kenapa?”
“Ntar lu lihat aja sendiri.” Randi
berteriak kencang. Terpaksa Randi harus sedikit berteriak karena suaranya kalah
dengan suara motor yang dikendarainya.
Ariel
bingung, seumur-umur dia belum pernah dengar ada sesuatu di daerah Cengkareng.
Biasanya sih yang cerita jika ada sesuatu itu Oni, sie komunikasi di geng itu. Keren
juga ya, geng ginian udah seperti lembaga perusahaan yang lengkap dengan
struktur organisasi.
“Lu
yakin gak pernah denger apa-apa di daerah sini?” teriak Randi dari balik
kemudi. “Kudet lu Riel!”
Tanpa
banyak bicara, Ariel menggebrak helm Randi. Bukan marah, Randi justru tertawa
ngakak dan berkata, “Ya maap lah boss…”
Lima
menit kemudian, Randi menepikan kendaraannya di dekat warung kopi. Di daerah
situ, cukup sepi orang berlalu lalang, bahkan di warung kopi itu juga tampak
sepi pelanggan.
“Ngopi
dulu aja lah Riel. Biasanya mereka beraksi sekitar jam 11an, ini masih kurang
10 menit.” Kemudian Randi menatap jam tangannya. 22.50. “Tuh kan masih lama.”
Ariel
dan Randi sudah berdiri santai di sisi jalan raya yang sepi itu setelah
menghabiskan segelas kopi dan dua biji rokok. Dalam heningnya, Ariel mengingat
kembali adakah peristiwa begal kendaraan di sekitar Cengkareng. Sempat Ariel
bersikukuh bahwa daerah ini sedang aman. Namun ternyata, sesaat kemudian,
pikiran Ariel terbukti salah.
°°°°°°°°°°
Daerah itu dikenal daerah yang
terkenal kurang aman bagi pengendara yang berkendara di malam hari dan sendirian
di kendaraan itu. Terutama lagi bagi kaum wanita, sangat tidak dianjurkan untuk
berkendara sendiri di malam hari.Malam ini, Lyora harus pulang larut
malam setelah menjalankan rapat persiapan wisuda di kampus tempat dia bekerja.
Sejak memasuki daerah sepi itu, Lyora langsung menyalakan sorot lampu jauh dari
mobilnya supaya dia semakin jelas melihat pandangannya ke depan.
Di malam yang sepi ini, tiba-tiba Lyora
dikejutkan oleh dua sepeda motor yang sudah berada di sisi kanan dan kiri mobil
Lyora.
Terlihat dari dalam mobil, dari dua
sepeda motor itu, terdapat dua orang setiap motornya, total ada empat orang
yang mengepung Lyora.
“Woi. Turun lu. Cepet!”
Salah satu perampok di sisi kanan
Lyora itu menggebrak kaca mobilnya,
“Kalau lu gak mau turun, gue bakal
pecahin ini kaca mobil lo!”
Perampok itu sudah menunjukkan
sebuah balok kayu yang sudah ada di tangannya.
Mata Lyora sering melirik ke kiri
dan ke kanan. Dalam ketakutannya, dia mencoba membunyikan klakson beberapa
kali. Namun hal ini tidak membuahkan apa-apa, justru perampok itu semakin
menjadi.
Lyora kemudian sedikit melepas gas
mobil, lalu ketika perampok itu sedikit lengah, Lyora langsung menancapkan gas
dan menginjak dalam-dalam. Raungan mesin khas matic CVT terdengar keras hingga
dalam kabin mobil, bahkan mengalahkan suara lagu yang diputar Lyora.
“Bener ternyata.”
Mata hitam Randi berpindah arah
menghadap Ariel. “Bener apanya?”
Ariel mendengus kesal. “Lo lihat kan
sorot lampu mobil itu yang lajunya mengarah ke sini?”
Randi mengalihkan pandangannya,
terlihat mobil hatchback putih itu
sedang dikepung dua sepeda motor.
“Terus strategi kita apa?”
“Kunci motor lu mana?”
“Buat apa?”
“Dah cepet naik, jangan banyak
tanya!”
Ariel menyalakan mesin motor matic
itu dan berjalan cepat menuju 3 kendaraan itu. Udara yang dingin semakin terasa
dingin. Dengan secepat kilat, Ariel langsung menekan rem sepeda motornya dan
langsung berbelok sehingga sepeda motornya menutup lajur tiga kendaraan itu.
Dua perampok yang mengendarai sepeda
motor itu langsung menghentikan motornya secara mendadak, hingga di aspal itu
terlihat bekas spin dari ban motornya.
Empat orang perampok itu langsung
turun dari kendaraan dan bersiap menyerang Ariel dan Randi. Ariel dan Randi
yang sedari tadi sudah menunggu perampok itu dengan santainya berjalan menuju
ke hadapan empat perampok itu.
“Hahaha… ternyata Anda beraninya
keroyokan ya?” Ariel mendongakkan kepala dan sedikit mengejek.
Randi yang berada di sebelah Ariel
mengarahkan pandangannya ke salah satu kendaraan perampok itu.
B
3276 DT. Ferpis.Lambang dua kepala cobra.
Artinya,
geng itu bernama Ferpis, dan salah satu kendaraanya memiliki plat nomor itu
dengan stiker gambar dua kepala cobra tertempel di stir motor itu.
“Gue inget lu pada. Gue udah tau
ciri-ciri lo.”
Ariel dalam posisi terdepan dalam
menuju pertarungan itu,
“Bangsad lo suka merampok
keroyokan!”
Tidak ada jawaban apapaun dari salah
satu anggota Ferpis. Yang keluar hanyalah senyum sinis dengan tatapan
meremehkan.
Tanpa komando dan perintah, salah
satu geng Ferpis mulai menyerang sisi kanan Ariel. Secepat kilat Ariel
menghindar dan langsung melangkahkan kakinya ke kiri dan mengubah arah
hadapnya.
Sementara itu, seorang yang lain
juga berusaha menjotos Ariel menggunakan tangan kanannya, namun dengan sigap
Randi menangkis pukulan itu dan langsung memukul perampok yang hendak menotos
Ariel hingga perampok itu tersungkur.
Randi
menarik bagian kaos yang dipakai perampok itu dan siap memberikan bogem mentah
di pipi kanannya.
“Lo
jangan macem-macem sama gue.”
Randi
langsung memberi hadiah sebuah bogeman mentah kepada perampok dihadapnnya.
Tidak
terima, tiga perampok yang lain langsung menyergap Ariel dan dua orang diantara
mereka memborgol tangan Ariel. Seorang perampok berambut gondrong dan berkulit
kecoklatan itu berdiri di hadapan Ariel dengan tertawa sinis.
“Masih
nantang kita?” perampok itu mendekatkan wajahnya ke arah Ariel. Aroma rokok yang sangat pekat tercium
jelas di hidung Ariel.
“Jangan
macam-macam lo!”
“Hahahaha…
posisi lo itu udah gue kunci. Mau berkutik kayak gimana lo?”
Perampok
itu memberi kode kepada salah satu temannya, bermaksudkan daerah sini aman atau
tidak untuk menghabisi Ariel.
“Aman
bos!
Dalam
waktu sepersekian menit, perampok berkumis tebal itu mendaratkan sebuah tinjuan
di bagian perut Ariel. Tubuh Ariel terhentak keras. Dan beberapa detik
kemudian, beberapa tinjuan mengalir deras di pipi kanan dan kiri Ariel. Baju
Ariel yang sering tidak karuan semakin tidak karuan, mulai menjadi molor hingga bajunya nyaris sobek.
“Randi!!
Tolong gue Ran!!”
Ariel
berteriak keras, namun Randi tidak mendengar teriakan dia karena sedang sibuk
beradu jotos dengan salah satu anggota Ferpis dari kejauhan.
“Rasain
lo, salah sendiri nantang Ferpis yang ada mampus lo!” teriak salah satu perampok
yang memborgol Ariel.
°°°°°°°°°°
Wajah Ariel sudah dipenuhi oleh
lebam dan darah. Nafasnya sudah setengah-setengah dalam menghirup udara.
“Rand.. Randiii..”
Ariel
memanggil Randi dengan suara lirih. Randi sudah tidak terlihat di lokasi itu,
entah kemana mereka pergi bertarung.
Pasrah.
Hanya
itulah yang bisa dilakukan Ariel. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain
menyerahkan nyawa dia kepada pemilik nyawa.
Tetapi,
dalam kondisi seperti ini, Tuhan berkehendak lain. Seorang warga yang melihat
kejadian ini langsung berteriak, “Tolong!!! Ada orang yang digebukin!!!”
Sebagian
besar warga di jalan itu keluar dari tempat tinggalnya.
Perampok-perampok
itu terkejut dan segera memacu cepat-cepat motor yang dipakainya, meinggalkan
seorang temannya yang sedang bertarung dengan Randi.
Melihat
situasi yang sudah kondusif, Lyora turun dari mobilnya dan menghampiri Ariel
yang sedang terkapar, penuh luka dan kesakitan. Beberapa warga juga sudah
mendekat ke arah Ariel.
“Mbak,
ini gimana ceritanya?”
Lyora
mengelak menjawab lalu jongkok di dekat Ariel yang sudah tak berdaya. “Saya bisa
jelaskan, tapi tolong selamatkan dulu nyawa orang ini!”
“Gimana
kita mau selamatkan dia, siapa tahu dia ini juga komplotan perampok itu.”
Seorang ibu-ibu berambut pendek tiba-tiba mengubah pola pikir warga.
“Betul
tuh mbak! Saya setuju yang diucapkan Bu Linda!” seorang warga lain juga
meng-iyakan.
“Kenapa
sih mau menolong orang aja perlu lihat tampilan dulu? Apakah kalian memang
diajarkan oleh orangtua kalian seperti ini?”
“Bukan
gitu mbak. Ini demi keamanan kampung kami!”
“Yaudah
gini aja.” Lyora menghela nafas agak panjang. “Kalau Anda semua tidak mau bantu
orang ini, tidak apa-apa. Satu permintaan saya, naikkan dia di mobil saya.”
Tiga
orang warga itu mendudukkan Ariel di kursi belakang. Lyora menepikan mobilnya
ke lapangan warga yang cukup luas sehingga Lyora bisa leluasa mengobati Ariel.
Setelah
itu, Lyora mengambil posisi di sebelah kiri Ariel. Dia mengoleskan kapas yang
sudah dibasahi oleh alkohol dengan hati-hati dan menutup salah satu luka Ariel
dengan sebuah handsaplast.
Komentar
Posting Komentar