Preman Jatuh Cinta #2

 

“Makasih ya.”

“Terimakasih tentang apa?”

“Ya makasih aja kamu udah mau tolong aku.”

“Ya namanya juga manusia, kalau gak ditolong ya menolong. Benar kan?”

“Iya benar itu.”

“Tapi kenapa kamu sampai mau obati aku seperti ini? Kamu gak takut sama aku?”

“Apa yang perlu ditakutkan? Sudah sepantasnya saya membantu kamu dan mengobati luka kamu.”

Lyora mengambil turun dan hendak menuju balik kemudi.

“Mbak,” panggil Ariel sambil menggenggam tangan kanan Lyora. “Mau kemana?”

“Kamu perlu saya bawa ke rumah sakit?”

“Gak perlu mbak. Saya sudah biasa kayak gini.”

Lyora heran. “Konteksnya ‘biasa kayak gini’ itu apa ya mas?”

Ariel hanya tersenyum kecil.

Tiba-tiba, Ariel memegang kedua tangan Lyora. Jantung Lyora berdetak kencang, super kencang, bahkan meyetarai kecepatan kereta api Jakarta-Surabaya, antara takut dan penasaran.

Dengan tersenyum kecil, Ariel mengatakan lagi kalau dia memang sudah terbiasa seperti ini.

Ketika ditanya lagi oleh Lyora apa maksud dari jawaban itu, Ariel hanya menjawab, “Nanti kamu akan tau dengan sendirinya.”

Baru saja selesai bicara, Lyora dibuat tertawa dengan Ariel yang menjadi sedikit terkejut saat tangannya terdapat seekor nyamuk yang menggigitnya dengan sangat kuat. Terlihat lucu raut wajah Ariel tadi, seperti anak-anak yang masih baru lancar berbicara. Lyora merasa, Ariel ini cuma berpura-pura kesakitan dengan nada yang lebay sehingga membuat Lyora tertawa.

“Heh sembarangan ya kamu bilang aku lebay.”

Lyora tertawa lepas sekali lagi. “Ya habis kamu lucu kayak gitu sih tadi.”

 

°°°°°°°°°°

 

“Woi gaes. Gaes!”

Randi datang dengan penuh nada khawatir dan ketakutan. Terlihat dari dirinya yang tampak kebingungan dan keringat mengucur deras.

“Apaan sih Rand kok lo kayak gelisah gitu?” tanya Muchib, wakil boss di geng itu.

“Gatau. Napa sih lo? Mana Ariel?”

“Itu dia masalahnya,” jawab Randi dengan nafas terengah-engah. “Gue kira Ariel udah disini. Gue takut aja dia dibawa ke kantor polisi.”

“Emang tadi kenapa? Lu kenapa bonyok gitu?”

Randi lalu menceritakan bahwa Ariel tadi dikeroyok oleh tiga oleh perampok Ferpis, sedangkan dirinya sedang by one dengan anggota Ferpis yang lain.

Setelah Randi berhasil menang, dia kembali ke tempat dia menghadang Ferpis. Namun Ariel dan mobil hatchback itu sudah tidak berada di lokasi itu, bahkan sepeda motor Randi sudah berpindah posisi di depan salah satu rumah warga.

Cowok ini kalau dilihat memang seperti cowok brengsek, tapi bagaimanapun dia yang sudah selamatkan aku dari terkaman perampok itu dan mengorbankan dirinya untukku.

Lamunan Lyora terhenti ketika handphone Ariel berbunyi. Ariel menghela nafas sejenak saat melihat telepon itu dari Revan, kakaknya.

“Hei,” panggil Lyora pelan. “Kok gak diangkat?”

“Gak penting.”

Ariel mengubah hadapnya ke arah samping setelah meneguk sebuah minum yang sempat dibelikan Lyora tadi.

“Gue mau tanya sama lo.”

Sapaan mereka kini sudah berganti menjadi logat Jakarta.

“Tentang apa?”

“Gimana perasaan lo kalau lo punya pasangan, udah persiapan nikah. Eh tau-tau lo ditikung sama kakak sendiri?”

“Jadi Revan itu kakak lo?

Ariel menoleh cepat. “Kok lo tau?”

“Ya gue cuma menghubungkan aja sih antara telepon itu sama pertanyaan lo.”

Mata Lyora memandang Ariel yang sedikit merebahkan badannya sedikit duduk dan sedikit tidur di kursi berlapis jok warna hitam dan merah. Kelopak mata Ariel sudah tertutup, sementara nafasnya menghela panjang.

“Gue mau bantu lo.”

Tidak ada balasan dari Ariel, kecuali suara nafasnya yang panjang.

“Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita sama gue. Sapa tau gue bisa beri solusi buat lo.”

Ariel secara perlahan kembali membuka kelopak matanya dan menghadap kembali ke wajah Lyora.

“Kamu yakin mau bantu orang kayak aku?

Lyora tersenyum kecil.

Tangan kanan Lyora mengambil sebuah tas cokelat yang biasa dipakainya. Tangannya mengarah pada sebuah kotak kecil yang berisi tumpukan kertas tebal tapi berukuran kecil berisi kartu nama dan biodata L yora.

Lyora Anastasia Gunawan.

“Nama yang cantik.” Ariel membuka handphone nya dan mengetikkan nomor Lyora.

“Ntar kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi aku. Nanti akan aku sediakan waktu khusu buat kamu.”

“Siap Ibu Dekan. Tapi nanti saya jangan dimarahi ya…” Ariel menggoda Lyora dengan senyum manisnya.

Dengan tertawa dan nada meledek, Lyora menjawab, “Kalau dinasehati tapi gak nurut ya aku marahin. Kalau bisa aku kurangi nilainya. Kalau perlu lagi aku 0 kan nilainya biar ulang di semester depan.”

“Busseett bu galak amat.”

“Bodoamat.”

Setelah itu mereka tertawa lepas dan sesekali Lyora memukul-mukul pundak Ariel.

Komentar